Shalat Rabbaniyah
Dalam Al-Quran sering ditemukan kata Aqimus
Sholah (tegakkan Shalat), sebagai bagian dari perintah Allah kepada
kaum Muslim untuk beribadah. Tapi jangan keliru, belakangan ini, kalangan
Kristen Otodox Syiria (KOS) juga menggunakan bahasa serupa yang juga mirip
dengan bahasa Al-Quran ini. Baru-baru ini, kalangan Kristen Ortodox Syiria
menerbitkan buku berjudul “Shalat Rabbaniyah” yang ditulis
oleh Ignatius Bambang Soetawan. Bambang adalah alumnus Sekolah Tinggi Filsafat
Teoogi Prajnawidya Yogyakarta, 1971.
Jika tidak paham, peristiwa ini bisa-bisa
mengecoh umat Islam semua. Apalagi selain menggunakan bahasa-bahasa mirip
Al-Quran, kalangan Kristen Ortodok Syiria juga menggunakan simbol-simbol mirip
Islam. Seperti jilbab dll.
Kembali ke buku tadi, isi buku setebal 120
halaman tersebut adalah tafsir ringkas (refleksi) tentang “Doa bapa Kami” yang
dikutip dari Injil Matius 6: 9-13. Selain buku mirip bahasa khas Islam tersebut,
Yayasan Misi Orthodoxia yang diketuai oleh Pendeta Yusuf Roni juga menerbitkan
buku panduan shalat kristen yang berjudul ”Kitabus Sab’us-Shalawat” (shalat
7 waktu).
Saudara-saudara Muslim agar tidak terkecoh dengan
symbol-simbol surban, baju ala nabi, jenggotnya panjang, celana
cingkrang, wanita berjilbab, sebab bisa jadi itu adalah pengikut Kristen
Ortodox Syiria, meski pakaian mereka mirik kaum Muslim, satu hal yang pasti
berbeda, ajaran mereka anti syariat Islam . Karenanya, jangan kaget bila suatu hari Anda
menemukan orang yang shalat, berjilbab atau berbaju koko layaknya Muslim (
dengan peci atau seolah-olah doanya berbahasa Arab atau seolah ada gambar
kaligrafi Arab), itulah sekte Kristen Ortodox Syiria (KOS).
Shalat Tujuh waktu
Salat Tujuh Waktu (bahasa Arab:
As-Sab’u ash-Shalawat) adalah salah satu ritual atau tata ibadah Kristen dalam Gereja Ritus Timur, khususnya di dalam Gereja
Ortodoks. Barangkali agak asing rupanya, jika orang Kristen
berbicara tentang salat. Karena kata Salat atau Sembahyang itu
sendiri jarang disinggung-sentuh oleh orang Kristen. Padahal jauh sebelum kaum Muslim menggunakan
kata ini, orang Kristen Orthodox telah menggunakan kata “Salat” saat menunaikan
ibadah. Kata “Salat” itu sendiri dalam bahasa Arab, berasal dari kata
tselota dalam bahasa Aram (Suriah) yaitu
bahasa yang digunakan oleh Tuhan Yesus Kristus sewaktu hidup di dunia. Dan bagi umat Kristen Ortodoks Arab
yaitu umat Kristen Ortodoks yang berada di Mesir, Palestina, Yordania, Libanon dan
daerah Timur
Tengah lainnya menggunakan kata tselota tadi dalam bentuk bahasa
Arab Salat, sehingga doa “Bapa kami” oleh umat Kristen Ortodoks Arab
disebut sebagai Sholattul Rabbaniyah.
Dengan demikian “Salat” itu awalnya bukanlah
datang dari umat Islam
atau meminjam istilah Islam. Jauh sebelum agama Islam muncul, istilah Salat
untuk menunaikan ibadah telah digunakan oleh umat Kristen Ortodoks
Timur, tentu saja dalam penghayatan yang berbeda. Salat masih dilakukan
di gereja-gereja Arab,
kalau di Gereja Katolik namanya
Brevir atau De Liturgia Horanum. Hampir seluruh Gereja-gereja di Timur masih
melaksanakan Salat Tujuh Waktu (As-Sab’u ash-Shalawat). Dalam gereja-gereja
Ortodoks jam-jam salat (Arami: ‘iddana tselota; Arab: sa’atush salat) ini
masih dipertahankan tanpa putus sebagai doa-doa baik kaum imam (klerus) maupun
untuk umat (awam).
Kata Arab salat ternyata berasal dari bahasa Aram
Tselota. Contoh kata ini
misalnya terdapat pada Kis 2:42 dalam teks Arami/Syriac : "waminin hu
bsyulfana dshliha wmishtautfin hwo batselota wbaqtsaya deukaristiya" (Mereka
bertekun dalam pengajaran para Rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu
menjalankan salat-salat
dan merayakan Ekaristi).
Dalam Alkitab bahasa Arab, kedua ibadah itu disebut: ‘kasril khubzi wa
shalawat’ (memecah-mecahkan roti dan melaksanakan salat-salat).
Kata Aram Tselota merupakan nomen actionis, yang berarti
"ruku’ atau perbuatan membungkukkan badan". Dari bentuk kata Tselota
inilah, bahasa Arab melestarikannya menjadi kata Salat. Selanjutnya, Mar Ignatius Ya’qub III menekankan
bahwa orang Kristen
hanya "melanjutkan adab yang dilakukan orang-orang Yahudi dan bangsa Timur
lainnya ketika memuji Allah dalam praktek ibadah mereka" (taba’an lamma
kana yaf’alahu al-Yahudi wa ghayrihim fii al-syariq fii atsna’ mumarasatihim al
‘ibadah). Dan perlu dicatat bahwa, "pola ibadah ini telah dilestarikan
pula oleh umat Muslimin" (wa qad iqtabasa al-Muslimun aidhan buduruhum
hadza al-naun min al ‘ibadah).
Selain dari itu, gereja mula-mula juga meneruskan
adab ‘Tilawat Muzamir’ (yaitu bagian-bagian Kitab
Zabur/Mazmur) dan salat-salat yang ditentukan pada jam-jam ini (wa qad
akhadzat ba’dha al-Kana’is ‘an Yahudu tilawat Muzamir wa shalawat mu’ayyanat
fii hadzihis sa’ah).
Kiblat Salat
Alkitab mencatat kebiasaan nabi Daniel berkiblat
"ke arah Yerusalem,
tiga kali sehari ia berlutut dengan kakinya (ruku’) mengerjakan salat" (Daniel 6:11,
dalam bahasa
Aram: "negel Yerusyalem, we zimnin talatah be Yoma hu barek ‘al
birkohi ume Tsela" ).
Seluruh umat Yahudi sampai sekarang berdoa dengan
menghadap ke Baitul Maqdis (Ibrani: Beyt ham-Miqdash), di kota suci Yerusalem. Sinagoga-sinagoga
Yahudi di luar Tanah Suci mempunyai arah kiblat (Ibrani:
Mizrah) ke Yerusalem.
Kebiasaan ini diikuti oleh umat Kristen mula-mula, tetapi mulai berkembang
beberapa saat setelah tentara Romawi menghancurkan Bait Allah di Yerusalem pada tahun 70 M.
Kehancuran Bait Allah membuat arah kiblat salat
Kristen menjadi ke arah Timur, berdasarkan Yohanes 4:21, Kejadian
2:8, Yehezkiel 43:2 dan
Yehezkiel
44:1. Kiblat ibadah ke arah Timur ini masih dilestarikan di seluruh
gereja Timur, baik gereja-gereja Orthodoks yang berhaluan Kalsedonia (Yunani),
gereja-gereja Orthodoks non-Kalsedonia (Qibtiy/Coptic dan
Suriah), maupun minoritas gereja-gereja Nestoria yang masih bertahan di Irak.
Makna Teologis Ketujuh Waktu Salat
L E Philips, berdasarkan penelitian arkeologisnya
menulis bahwa umat Kristiani paling awal sudah melaksanakan daily prayers
(salat) pada waktu pagi, tengah hari, malam dan tengah malam.
Ketujuh Salat dalam gereja purba, yang
penyusunannya didasarkan hitungan waktu Yahudi kuno itu, antara lain :
Salat Sa’at al-Awwal
Salat jam pertama, kira-kira pukul 06.00 pagi,
disebut juga Salat Subuh dalam gereja Suriah, atau Salat Bakir (Salat bangun
tidur) dalam gereja Koptik. Dalam Gereja Barat (Katolik) disebut Prime
(Latin: hora prime 'jam pertama'). Ibadat ini dalam Gereja Barat
dibedakan dengan Matin (Latin: matutinum 'waktu fajar') yang
dilaksanakan saat matahari terbit/subuh. (Matin di kemudian hari lebih dikenal
dengan sebutan Lauds (lihat Salat as-Satar di bawah).
Keputusan Konsili Vatikan II menghapuskan ibadat
Prime dan menyederhanakan tiga ibadat Terce, Sexte, dan None (lihat salat-salat
ini di bawah) menjadi satu ibadat siang yang waktunya dapat dilaksakan kapan
saja di siang hari.
Salat Sa’at ats-Tsalitsah
Terce (Latin: hora tertia 'jam
ketiga'), jatuh kira-kira sejajar dengan pukul 09.00 pagi, sebanding dengan
Salat Duha dalam Islam. Salat pada jam ketiga ini, karena memperingati
Penyaliban Al-Masih (Markus 15:25), dan
turunnya Ruh Kudus atas para muridNya (Kisah Para Rasul 2:15).
Salat Sa’at as-Sadisah
Sexte (Latin: hora sexta 'jam
keenam'), yang bertepatan pada jam 12.00 siang. Rasul Petrus
melaksanakannya (Kisah Para Rasul 10:9),
raja Daud juga mengenal salat tengah hari (Ibrani: "Tsohorayim").
Waktu salat ini dapat sejajar dengan Salat Zuhur dalam Islam. Pada waktu inilah
kegelapan melanda kawasan itu mulai jam 12 waktu "Ia telah
disalibkan" (Markus 15:33).
Salat Sa’at at-Tasi’ah
None (Latin: hora nona 'jam
kesembilan'), kira-kira pukul tiga petang menurut hitungan modern (15.00), atau
sejajar dengan Salatt ‘Asyar dalam Islam. Rasul-rasul dengan tekun mengikuti
Salat yang dikenal orang Yahudi sebagai Minhah (Kisah Para
Rasul 3:1, 10:30). Dalam Lukas 23:44-46
dikisahkan bahwa kegelapan meliputi seluruh daerah itu, dan tirai Baitul Maqdis
terbelah dua, lalu Ia menyerahkan nyawaNya.
Salat Sa’at al-Ghurub
Dalam Gereja Katolik dikenal dengan Vesper (ibadah sore/senja/Magrib).
Waktunya bersamaan dengan terbenamnya matahari, kira-kira pukul 06.00 petang
(18:00) menurut waktu kita. Salat ini untuk mengingatkan kita pada
diturunkannya tubuh Junjungan kita Al-Masih dari
kayu salib, lalu dikafani dan dibaringkan serta diberi rempah-rempah (ruttabat
hadza ash-salatu tadkara li-nuzulu jasada as-sayid al-Masih min ‘ala ash-shalib
wa takafiniyat wa wadha’ al-hanuthan ‘alaih).
Salat al-Naum
Shalat al-Naum (‘saat berangkat tidur’),
kira-kira sejajar dengan salat ‘Isya dalam Islam. Gereja Katolik menyebut salat
ini Complin (Latin: Completorium 'penutup'). Tradisi liturgis
Kristiani menghubungkan salat malam ini "untuk mengingat berbaringnya
Junjungan kita al-Masih dalam kubur" (ruttabat tadzkara li-wadla’a
as-sayid al-Masih fi al-qubr).
Salat as-Satar
Salat tengah malam (penutup) ini, disebut dalam gereja-gereja
kuno dengan berbagai nama: Salat Lail (Salat malam), Salat Satar ("Pray of
Veil", Salat Penutup), atau Salat Sa’at Hajib Dhulmat (Salat berjaga waktu
malam gelap). Dalam bahasa Aram/Suryani dikenal dengan istilah
Tselota Shahra (Salat waktu berjaga). [bnd.
Wahyu
16:15, Kisah Para Rasul
16:25].
Ibadat tengah malam, yang semula dalam gereja
Latin disebut Nocturna, tidak memiliki jam yang tetap dan dapat
dilaksanakan kapan saja di antara Complin dan Matin. Ibadat ini berpadanan
dengan Salat Tahajjud dalam Islam. Oleh sebab itu, banyak tempat yang kemudian
melaksanakannya berdekatan dengan Matin. Ibadat tengah malam ini akhirnya pun disebut
Matin (kerancuan istilah ini sebenarnya tidak salah sebab Matin (Latin: matutinum)
berarti 'waktu fajar' dan Nocturna sudah tidak benar-benar dilaksanakan pada
tengah malam lagi). Ibadat subuh yang sesungguhnya lalu mendapat nama baru: Lauds
(berasal dari perkataan Laudate Dominum 'Pujilah Tuhan' yang terkandung
dalam ayat mazmur-mazmur yang dinyanyikan pada akhir ibadat ini), dan langsung
dilaksanakan menyusul ibadat "tengah malam" (yang kini bernama
Matin).
Setelah Konsili Vatikan II ibadat tengah malam
(Matin) kini disebut Ibadat Bacaan (Latin officium lectionis) dan waktu
pelaksanaannya dapat digeser kapan saja sepanjang hari.
Sumber:
http://www.hidayatullah.com/
http://id.wikipedia.org/
Shalat Tujuh Waktu
Reviewed by King Denie
on
10:32 PM
Rating:
No comments:
sempatkan untuk komentar bentar ya... ;)