Kehidupan
Awal
Megawati
Soekarnoputri adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945. Ibunda Megawati, Fatmawati, adalah seorang gadis kelahiran Bengkulu di mana Soekarno dahulu pernah diasingkan pada masa penjajahan Belanda. Ia
dilahirkan pada masa Agresi Militer Belanda. Pada waktu Soekarno diasingkan ke pulau Bangka, Fatmawati
melahirkan seorang bayi yang dinamai Megawati Soekarno Putri, pada tanggal 23
Januari 1947 di kampung Ledok Ratmakan, tepi barat Kali
Code. Setelah kemerdekaan Indonesia,
Megawati lalu dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana
Merdeka.
Dia
pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung
(tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam
pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (juga tidak sampai lulus).
Perjalanan
rumah tangga
Karier
politik Megawati Soekarnoputri yang penuh lika-liku dan warna seakan searah
dengan garis kisah kehidupan perjalanan bahtera rumah tangganya yang pernah
mengalami kegagalan.
Suami
pertamanya adalah Letnan Satu (Penerbang) Surindro
Supjarso, seorang pilot pesawat AURI dan perwira pertama di Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Udara
(TNI-AU) Republik Indonesia. Surindro sosoknya tinggi jangkung, berwajah ganteng dengan model
rambutnya berjambul, di kalangan rekan-rekannya ia kerap dipanggil dengan
"Pacul". Surindro adalah sahabat karib Guntur Soekarnoputra, kakak Megawati. Konon kabarnya, Gunturlah
yang menjodohkan Mega dengan Surindro. Mereka menikah pada hari Sabtu, tanggal 1
Juni 1968 bertempat di Jalan Sriwijaya Nomor 7, Kebayoran
Baru, Jakarta. Setelah itu, Megawati
lalu mengikuti suaminya, Surindro, tinggal di Madiun, Jawa Timur.
Di sana ia menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak pertamanya, Mohammad
Rizki Pratama. Ketika Mega sedang mengandung anak keduanya (Mohammad Prananda),
Surindro
mengalami kecelakaan pesawat yang merenggut nyawanya. Pesawat Skyvan T-701 yang dikendalikannya terempas di laut sekitar perairan
pulau Biak, Irian Jaya,
pada tanggal 22 Januari
1970. "Letnan Satu (Penerbang)" itu, beserta
tujuh orang awak pesawatnya, hilang tak diketahui rimbanya dan hanya tersisa
serpihan puing-puing tubuh pesawat yang ditemukan tersebar berserakan di laut
sekitar perairan tersebut. Mega dirundung duka yang mendalam, ia pun berkabung
cukup lama.
Selang
beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1972, waktu itu usia Megawati masih baru menginjak awal dua
puluhan dengan mempunyai dua orang anak yang masih balita, ia lalu kembali merajut kasih asmara dengan seorang pria
yang konon adalah pengusaha asal Mesir, yang juga seorang Diplomat Mesir yang kala itu sedang bertugas di Jakarta, yang bernama Hassan
Gamal Ahmad Hasan. Namun, pernikahan Mega yang kedua
kali ini tak berlangsung lama, hanya bertahan tiga bulan, sebab pernikahan
Megawati dengan Hassan (suami kedua Mega) menjadi sorotan Media Massa dengan
alasan bahwa waktu itu Megawati masih terikat perkawinan yang sah dengan Surindro, suami pertamanya dan pada saat itu belum ada keputusan
yang pasti dari pemerintah, dalam hal ini adalah Markas Besar (Mabes) TNI-AU, mengenai nasib suami pertamanya itu yang jenazahnya sampai
sekarang tak berhasil ditemukan. Keluarga "Bung
Karno" pun tak tinggal diam, mereka
kemudian menyewa seorang pengacara, Sumadji namanya, guna membatalkan
pernikahan Mega yang kedua yang kontroversial itu melalui penetapan keputusan
oleh Pengadilan Tinggi Agama - Jakarta,
akhirnya Hassan pun mengalah dan menyerah. Dari pernikahan dengan suami
keduanya yang kandas ini, Megawati tidak dikaruniai anak.
Kebahagiaan
dan kedamaian hidup rumah tangga Megawati Soekarnoputri baru benar-benar
terjalin dan dirasakan setelah ia menikah dengan Moh.
Taufiq Kiemas, rekannya sesama aktivis di Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI) dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P). Suami ketiga Mega, Taufiq
Kiemas, selain aktif di GMNI, ia juga bergabung dengan "Inti Pembina Jiwa
Revolusi", yaitu suatu organisasi yang menegakkan ajaran "Soekarno".
Taufiq Kiemas,
yang oleh Guntur
diberi julukan "si Bule", menikahi Mega pada akhir Maret 1973.
Pesta pernikahan mereka ini berlangsung sederhana di "Panti Perwira",
Jakarta Pusat.
Dari pasangan ini, maka lahirlah Puan
Maharani, yang merupakan anak ketiga dari
Megawati Soekarnoputri dan adalah anak pertama Taufiq
Kiemas satu-satunya.
Karier
Politik
Jejak
politik sang ayah berpengaruh kuat pada diri Megawati Soekarnoputri. Karena
sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun selalu aktif di Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI).
1986
Tahun
1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI
Cabang Jakarta Pusat. Karier politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh
waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
1993
Dalam
Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993,
Megawati terpilih secara aklamasi
sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun,
pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun
didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi
sebagai Ketua Umum PDI.
Mega
tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor
dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut
satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut
secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman
Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27
Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari
pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega
meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan
nama Peristiwa 27 Juli.
Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa
penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin
mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas
di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terpisah menjadi
PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi
sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1997
Keberpihakan
massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di
bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan
Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega
sendiri memilih golput saat itu.
1999
Pemilu
1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan
pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga
puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden.
Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun
alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain, dan memilih KH
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis
dalam voting pemilihan presiden adalah 373 banding 313 suara.
2001
Namun,
waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu
lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang
Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR,
Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden
Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
2004
Masa
pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi
di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan
umum presiden secara langsung
dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses
demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan
umum presiden 2004 tersebut dan harus
menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator
pada masa pemerintahannya.
2014
Megawati
dan PDI-P menunjuk Joko Widodo
untuk maju dalam Pemilihan umum
Presiden Indonesia 2014. Akhirnya
melalui proses pemilu yang cukup panjang, Joko
Widodo dan Jusuf
Kalla terpilih menjadi Presiden dan Wakil
Presiden periode 2014
- 2019.
Pada
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI-P, Semarang, Jawa Tengah,
20 September 2014, Megawati ditunjuk kembali untuk menjadi Ketua Umum PDI-P
periode 2015-2020.
Perjalanan
karier
- Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung); (1965)
- Anggota Fraksi PDI DPR RI Komisi IV (1987-1997)
- Ketua DPC PDI Jakarta Pusat
- Ketua Umum PDI versi Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya (1993-1996)
PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang
- Wakil Presiden Republik Indonesia (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
- Presiden Republik Indonesia ke-5 (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Perjalanan
pendidikan
- SD Perguruan Cikini Jakarta (1954-1959)
- SLTP Perguruan Cikini Jakarta (1960-1962)
- SLTA Perguruan Cikini Jakarta (1963-1965)
- Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung (1965-1967); tidak selesai
- Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta (1970-1972); tidak selesai
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Reviewed by King Denie
on
9:36 PM
Rating:
No comments:
sempatkan untuk komentar bentar ya... ;)