Swanish's Love Story - Part 24
Malam
ini Shopie akan menikah, yang berarti setelah
malam ini dia akan syah menjadi milik si perampas beruntung itu, sebuah malam yang sangat kelabu,
sebuah malam yang akan selalu gue ingat bagaiamana rasanya sakit saat kehilangan dia.
Di luar rumah terdengar rintik hujan jatuh di atas genteng, malam ini gue ngga’ akan datang
ke pernikahan lo neng, maaf!! Gue takut gue ngga’ akan
kuat melihatnya, gue takut gue pingsan, atau tiba-tiba koma atau mungkin gue akan merampas lo dari si Gunawan
dengan
pistol air.
Andaikan kaya
film-film india disaat orang yang dicintainya akan nikah dengan orang lain, si
cowo' mantannya datang dan malah si perempuan yang akan nikah malah memilih
nikah dengan mantannya itu dan ngga’ jadi nikah dengan calon suaminya, haduuuh kejauhan
gue ngekhayalnya
#efek stress ditinggal kawin ini.
Yang pasti gue ngga’ akan datang, kecuali lo datang kesini, kerumah gue
menjemput dan meminta gue buat secara langsung untuk melihat lo nikah, ngga’
mungkin banget ini khayalan gila lagi, itu
hal-hal yang terlintas di pikiran gue malam ini,
dan akhirnya yang gue lakukan cuma terkapar diatas tempat tidur sambil mendengarkan
lagu galaunya slank
“ku
merasakan sakit dan pedih sekali sejak engkau telah pergi, kau memberikan mimpi
yang buruk sekali sejak engkau khianati”
Lagu
itu gue putar berulang-ulang, cukup pas untuk mewakili suasana
hati gue malam ini, kehilangan cinta sejati gue, kehilangan orang yang gue
cintai. Diluar kamar gue bonyok ikut
mendengarkan lagu itu, karena memang cukup keras terdengar keluar kamar gue, mungkin mereka mafhum kalo anak laki-laki sulungnya
ini lagi patah hati.
Gue
merasa lemah sekali gara-gara patah hati ini dan menjadi laki-laki lembek
dengan meneteskan air mata, gilaa gue menangis, walaupun gue tahan itu air mata
jatuh juga ke bantal, huwaaaa!!!
Berangkat
kerja males banget, ga ada semangat sama sekali, pikiran kosong rasanya gue ngga’ akan lama lagi kerja disini, mungkin resign akan lebih baik daripada
seperti ini, daripada harus melihat dia setiap hari
dan ngga’ bisa berada disampingnya lagi.
Setengah
7 lewat, magrib baru aja berlalu beberapa menit lalu, gue duduk-duduk didalam
pos satpam, pak Tumin lagi ngobrol dengan aki Husin didepan floor, aki-aki
ngobrol sama aki-aki.
Telepon
di pos
satpam berbunyi, gue lihat sekitar pos ngga’ ada yang akan ngangkat itu telepon, pak Tumin yang dengar juga nampak cuek mungkin
karena ada gue kali, praktis gue berarti yang
harus angkat ini benda.
“halloo..” kata gue berusaha menebak suara siapa yang akan terdengar, laki-laki
atau perempuan, atau keduanya. Malah haha
“mengapa
lo ga datang kemarin?” kata suara diujung sana, anjriit kaget
gue ditembak gitu, suara yang gue kenal, koq tau-taunya dia gue lagi di pos
satpam ngga’ nanya dulu siapa gue langsung ditembak gitu, rupanya dia
menanyakan mengapa gue ngga’ datang kemarin ketika dia ijab kabul, ya elah neng
penting amat kehadiran gue emang, walaupun gue ngga’ datang lo tetap nikah kan, kecuali kalo
gue ngga’ datang lo ngga’ jadi nikah (emangnya gue penghulu ya..)
“gue
sakit...” kata gue pelan berusaha menyembunyikan tekanan suara gue yang
bergetar karena berbohong.
“sakit
apa sakit hati? “ katanya, terdengar seperti meledek, apa dia ngga’ tau ya gue
sakit dan sakit hati karena telah ditinggalkan
pergi dan takkan kembali lagi, meninggalkan semua angan, semua harap, semua
mimpi untuk tetap berada disampingnya walaupun entah
sebagai apa.
“gue
sakit neng, kalo selama ini lo ngga’ pernah percaya gue, ga’ pernah percaya sama kesungguhan cinta gue, please lo
percaya sekarang, gue ngga’ bisa datang karena gue sakit..”
kata gue dengan nada suara agak meninggi, berbohong, iya..,entah apa alasan gue
melakukan ini.
Bila ada rumah sakit yang bisa segera recovery pasiennya dari
terpuruk karena patah hati mungkin gue akan masuk kesana, opname, menyatukan
kepingan-kepingan hati yang sudah hancur berantakan.
“”lo
dimana?” kata gue setelah dia diam karena mendengar
penjelasan gue dengan nada tinggi
“distribusi..” katanya
“ok,
tunggu gue kesana...” kata gue sambil menutup telepon, akan gue jelasin neng
sama lo mengapa gue ga’ datang ke pernikahan lo, akan gue ceritakan rasa sakit
ini, mungkin lo belum tau seberapa dalam lo udah menyakiti gue, seberapa besar
lo melukai hati gue.
Sesampainya
diproduksi suasana disana ngga’ sesuai dengan yang gue harapkan, Shopie duduk di mejanya
Saman, tapi ada A’iwan juga disana, Shopie diam, gue diam.
“apa
jadinya aku andai kau ngga ada...
tanpa kamu aku bukan apa apa...
dan aaku sangat butuh...
dan aaaku ingin selalu kau sentuh...
karena kamu yang bisa menyelamatkanku...
cuma kamu yang mampu mengendalikan aku..
Kamu....aku.....
Kamu.....aku....
Kamu....aku.....
Satu...
Apa artinya dunia bila kau tak senyum tanpa
cintamu aku pasti mati...
dan aaku sangat butuh...
dan aaku ingin selalu kau sentuh...”
(Sebuah lagu slank yang berjudul #1 yang sangat
mewakili perasaan gue hari itu)
“Gue cuma mau lo datang aja, ngga’ usah bawa apa-apa
Den,”katanya saat meminta gue untuk datang ke pesta pernikahannya saat bertemu di warung si teteh Anu, sebuah obrolan di sore itu, gue diam saat mendengarnya, ngga’ tau harus bicara apa, bisa ngga’ ya gue hadir di
pestanya nanti dengan mengesampingkan luka lebam di hati gue, lidah yang biasanya terampil merayu lebih baik hari ini gue kunci aja, perempuan di depan gue yang biasanya gue rayu dari terbit mentari sampai malam ini
sudah syah jadi milik lelaki lain, sudah menikah dengan orang lain tinggal
resepsinya saja yang belum.
“tau
ngga’ neng si Joe kan rame-ramenya bareng sama lo..” kata
gue membelokan omongan
“si
Joe? Serius..?” Katanya
“ya..”
dia seperti memikirkan sesuatu entah apa, lalu
diam
Malam
mutilasi cinta gue akhirnya sampai juga, resepsi pernikahan Shopie, sebuah acara yang ngga’ ingin gue hadiri tetapi gue tetap
harus hadir, gue akan jadi laki-laki sejati hari ini, melihat dia jadi pengantin di pelaminan dengan lelaki lain.
Gue berangkat
ditemani Dwi, dialah yang paling mengerti kondisi gue hari ini, kalo nanti
tiba-tiba gue pingsan dan akhirnya koma dan mati didepan pengantin Shopie dialah nanti yang akan menjelaskan sama tamu-tamu
lain, gue mati karena penderitaan cinta yang sangat dalam, lebay banget dah gue. Tapi serius gue ngga’ tau kuat
atau ngga’ gue ya ntar
didepan Shopie, ijab kabul kemarin sudah bisa gue hindari, tapi hari
ini gue ngga’ akan menghindar, ini adalah terakhir gue menuruti permintaaan dia, hadir di resepsi pernikahannya.
Senang
sekali nampaknya dia di pelaminan, terlihat ceria,
senyum dan ketawa menghiasi wajahnya, hari bahagia lo ya neng?, tapi ini adalah hari pembantaian cinta gue, mana si
Gunawan itu pengen gue jabat tangannya dan berikan selamat
“selamat
lo udah ngalahin gue...” tapi dia ngga’ keliatan katanya sedang menemani tamu-tamunya yang lain disudut sana, teman-temannya,
mengapa ngga’ nemuinnya di sana saja di kutub utara sekalian jangan dekat-dekat disini, biar nanti gue culik pengantin lo, haha.
Dwi
sesekali memandang gue, memastikan gue gapapa mungkin, sebenarnya dia udah
kesini tadi, kali ini dia sengaja menemani gue ke resepsi Shopie, gue memintanya by phone kemarin sore, karena secara psikologis ngga’ mungkin gue kesana sendirian, apa yang nanti akan gue
lakukan bila datang sendirian, bunuh diri dengan makan pisang banyak-banyak
mungkin pilihan yang baik.
“sorry
gue ngga’ bawa apa-apa...” kata gue sambil menjabat tangannya saat menyalaminya, dia cuma memberikan senyum kecil saat itu, bukan senyum yang
biasa gue lihat bila bersamanya, senyum tanda perpisahan mungkin. Apakah
mungkin dia ngga’ memberikan senyumnya yang biasa karena gue datang ngga’ bawa
apa-apa, mo bawa apa gue neng, semuanya sudah gue
berikan buat lo, hatipun gue ngga’ punya,
cintapun udah dirampas.
Disaat mentari tak sanggup lagi menerima
titipan rindu
Kala air yang mengalir enggan menerima
kenangan yang terhanyut
Disaat itu aku ngga tau aku mau jadi
apa…
Mayat, arca batu atau orang idiot yang
menganggap ini cuma sekedar kentut yang lewat
(buku lama, Thursday, April 10th 2003)
Setelah
resepsi dia gue ngga’ lama terkena sekuel kasus
pendingan setoran agen, kasus ini mencuat lagi setelah supervisor siang pak Marulam cari-cari muka di depan pak Angki ownernya
Swanish dengan menceritakan kasus ini saat rapat,
supervisor gue ngga’ bisa berbuat apa-apa, semua pembelaan dia ngga’ ada
artinya didepan bos besar, walaupun sebenarnya uang itu udah gue ganti dengan
potong gaji gue tiap bulan
“kamu
dikeluarkan den, dengan hormat..” begitu kata pak Subur, supervisor gue di
suatu siang di kantor distribusi, dengan hormat yaa tapi gue ngga diberi
pesangon pak, apa kalo karyawan dengan kasus seperti gue ngga’ dapet pesangon ya, info ya ping gue di 52d56e8e
Seandainya
kudapat memilih, untuk tak pergi dan tetap disini, Seandainya aku bisa, aku
sanggup dan aku mampu
Akhirnya lengkaplah sudah penderitaan gue, kehilangan
cinta, kehilangan pekerjaan .
Huwaaaa.... :’(
Reviewed by King Denie
on
9:04 PM
Rating:
No comments:
sempatkan untuk komentar bentar ya... ;)