Swanish's Love Story - Part 11
Menikmati
sore yang indah di warung si teteh Anu ditemani kopi cap teko, setelah menyantap mie goreng tadi pake nasi,
berusaha kembali kekehidupan normal tanpa Encun lagi, Jujur ada sesuatu yang hilang memang.
Si mas Jawir yang gue lupa nama aslinya lagi cerita-cerita sama Udin sales di pojok
sana tentang agen-agen mereka di jalur Bekasi. tak
ada yang menarik sepertinya dari obrolan mereka, gue memandang anak produksi yang sepertinya mulai
keluar pabrik.
Anak pastry terlihat mulai pulang, tumben mereka pulangnya rada malem, biasanya masih sore udah pada pulang, mungkin lembur. Satu persatu mereka
pulang, ada yang naik motor, ada yang
naik angkot, ada yang naikin motor temannya alias nebeng.
Masuk ke warung seorang cewe' manis dengan chocochip
di pipinya, Neneng, dia lalu duduk ngga’ jauh
dari gue.
"A'a.." begitu sapanya sambil melambaikan tangan, gue balas dengan senyuman yang menurut gue manis kearah dia
"baru keluar neng..?" gue balas nyapa, Neneng umurnya baru sekitar 15 tahun, masih anak-anak ya, seharusnya masih
sekolah dan seharusnya Swanish tidak memperkerjakan anak-anak
dibawah umur gini, tapi, walaupun masih bocah, Neneng ini punya body terlihat dewasa, gue aja ngga’ nyangka umurnya baru segitu. Bukan cuma Neneng yang
kerja masih dibawah umur waktu itu masih ada
beberapa orang lagi waktu itu sepertinya dan bukan cuma Swanish yang
memperkerjakan anak-anak, garmen-garmen di
sekitar Swanish banyak yang melakukan itu, apa mungkin mereka tidak tau mereka
bisa dijerat hukum perlindungan anak.
"Nunggu ceuceu
neng?" sambung gue nanya lagi setelah pertanyaan tadi dibales pake anggukan, yang dibilang ceuceu itu sebenarnya
adalah bibinya Neneng bukan kaka’nya, namanya
Mulyati tapi sering dipanggil bule karena kulitnya yang putih bukan karena kulitnya item ya seperti si Bule di
filmnya Madun yang ditipi itu si Bule tapi kulitnya item legem, Neneng tinggal dirumah
neneknya dari kecil makanya Neneng dengan bibinya itu jadi seperti kaka adik
"ceuceu udah pulang tadi A', eneng lagi nunggu Ruben.."katanya sambil
senyum
"Ruben?" kata gue kepo,
bingung karena barusan dia kaya nyebutin merk suatu produk
"iya Ruben, pacar eneng.."
katanya lagi, ooh ternyata Neneng sudah punya pacar, penasaran ingin tau yang mana si Bluben,
pengen liet apakah si bluben itu tampan mempesona kaya Anjasmara lebih
tampan mana dengan gue yang ketampanannya masih tersembunyi di bawah fosil homo parungensis (manusia purba dari
Parung), ngga’
beberapa lama si bluben datang bawa motor, Neneng
nyamperin si bluben, ngobrol-ngobrol
bentar mereka pun pulang bersama Neneng pulang sambil melambaikan tangan ke gue yang gue
balas dengan mengangguk, beri senyum dikit
"ternyata kaya gitu doang si Ruben itu..." kata gue dalam hati pede, menurut gue lebih gantengan gue, buktinya gue sampai sekarang
terbukti jomblo, lho?
"katanya
pacaran ama Encun ya Den..?" kata si teteh Anu mengagetkan gue
yang setengah bengong sambil membawa kopi item untuk si mas Jawir dan Udin sales
"ngga
teh, udahan.." jawab gue pelan
"udahan..?"
jawab si teteh rada keras membuat mata mereka yang ada disitu melirik ke arah si teteh Anu.
"telat
taunya teh, udahan kita..kemarin.."
"kirain..."
siteteh ngomong sambil
berlalu pergi ditangannya ada mie rebus berbungkusan ijo, kayanya mo nge-rebus
mie dia, ngga’ lama anak-anak produksi roti tawar pulang, mereka melewati
warung, ada yang naik motor, ada yang nunggu angkot barangkali masih ada yang lewat, beberapa anak produksi ada yang setia menunggu nunggu mobil box favoritnya, Een masuk ke warung si teteh Anu, nampaknya dia
lelah sekali setelah seharian kerja.
"
mo pulang ‘Na? " sapa gue, dia menjawab dengan senyum, lalu duduk ngga’ jauh dari gue, panggilan ‘Na emang sering gue pake akhir-akhir ini
kalo manggil dia.
"
lo putus ama Encun Den?" katanya, gue menghela nafas mendengar
pertanyaan ini, mengapa manusia-manusia tiba-tiba jadi perhatian ya dengan hubungan gue
sama Encun, tadi si teteh sekarang Een
"tega
banget lo Den.." katanya lagi, gue sedikit tersentak
mendengar kalimat dia, gue tega? Apa iya?
"kenapa
gue dibilang tega ‘na, gue udah berusaha mencari
kecocokan diantara gue sama Encun dan gue ngga’ temukan.."
"belom
kali den, kalian jalan aja belom genap satu bulan koq...padahal Encun sayang banget sama lo.."
"ya
habis gimana ‘na.."
"jangan-jangan lo mutusin Encun supaya lo bisa balik lagi sama si Shopie Jenong ya..."
katanya ketus, lebih terdengar sinis sii menurut gue, emang makhluk satu ini
kadang bicaranya begitu ngga’ mikirin perasaan gue, ngga’ mikirin hati gue yang
sensitive, tapi yang gue
heran koq dia tau gue mutusin Encun salah satu
alasannya adalah untuk bisa balik sama Shopie, apa dia
membaca pikiran gue kali ya, oh tidaaak!!, apa gue
pernah cerita sama dia kalii...bisa jadi, tapi kapan, ngga’ inget gue.
"lo
ga’ pulang bareng bang Uchi ‘na?" kata gue membelokkan omongan, untung aja dapet karena gue
liet teman-temannya udah pada naik mobil box favorit sedangkan dia masih duduk aja nyantai
di warung si teteh Anu
"ngga,
lagi nunggu Syaifi.." ujarnya agak pelan
"siapa...?"
"nunggu
si sapi Den...cowo' nya." celetuk Wahyudi dari dalam warung,
yang
diam-diam ternyata menguping obrolan kita, Een
menoleh kebelakang, gue ketawa mendengar celetukan dia.
"jahat
lo Yud.." kata Een ke arah Wahyudi, matanya tajam menunjukan kalo dia marah sekali dengan guyonan
Wahyudi tadi
"maaf
En, becanda gue.." Wahyudi cengangas cengenges ke arah Een nampaknya dia
menyesal dengan candaannya tadi. Wahyudi ini salah satu teman sales gue, dia
tinggal di Haka, Muncul, kecamatan Serpong
“Syaifi tau...!!” kata Een lagi ke arah Wahyudi dengan nada sedikit
tinggi
“iya
iya maaf....” Wahyudi meminta maaf lagi
“Syaifi siapa ‘Na?” kata
gue kepo, nama ini baru gue dengar kayanya.
“pacar
gue Den...”
“oh....”
jawab gue singkat, ternyata Een pacarnya Syaifi
namanya,
tameng besi yang dulu menghalangi gue masuk lebih jauh ke hidupnya Een ternyata
bernama Syaifi.
Ngga’
lama berselang datang seorang cowo' dengan penampilan
seperti anak band, potongan rambut kaya Andika eks Kangen Band waktu belum potong rambut dan
masih kurus, tapi menurut gue Andika yang nurutin gaya rambut si Syaifi ini,
soalnya dia tahun 2001 aja udah potong rambut kaya gitu sedangkan Andika
baru-baru beberapa tahun belakangan ini, Syaifi badannya tinggi dengan jins sobek.
“ini
Syaifi, Den...” cowo' itu
mengulurkan tangan kearah gue
“panggil
aja Pay” katanya
“ini
Deni...” kata Een mengenalkan gue ke si Andika eks Kangen Band eh Syaifi, gue menjabat tangan anak band itu, lalu
dia duduk disamping Een, ngga’ enak jadinya, akhirnya gue pamit mundur.
“sorry
ya gue tinggal dulu mo ngecek roti dulu...En, Pay...” gue mengulurkan tangan ke
mereka berdua, mereka menjabat tangan gue walaupun sepertinya sudah ngga’
peduli lagi sama kehadiran gue lagi, mereka sudah masuk dan terbenam ke dunia
mereka berdua yang baru saja hadir lagi. Gue mengajak Wahyudi ikut ke pabrik, dia mengikuti, daripada jadi obat nyamuk katanya
“itu
si sapi Den?” kata Wahyudi
“iya,
si Syaifi....” jawab gue singkat
“ga’ pantes sebenernya si Een pacaran sama dia ya Den, beda banget..liat aja gaya cowo'nya kaya gitu, urakan..” gue ketawa aja Wahyudi menilai pacarnya Een tadi.
“biarin
aja kali Yud...gue ngga’ ambil pusing dengan dunia mereka...”
kita akhirnya sampai di depan gerbang pabrik yang warna ijo
setelah bersusah payah menyebrangi rawa-rawa yang terbentuk sehabis hujan di depan pabrik
Satpam
yang jaga adalah pak Tumin, pria yang sudah berusia senja yang seharusnya sudah
istirahat di rumah menikmati hari tua ini masih kerja saja, pak
Tumin senyum kearah gue sama Wahyudi, senyumnya
khas sekali, sudah ratusan kali dia memberi senyum khasnya itu, senyum seorang
bapak yang berdedikasi tinggi sama keluarganya. Ngga’ jauh dari Pak Tumin ada pak Muhidin yang siap-siap
mau pulang, kayanya dia jaga siang tadi, berarti pak Sobur sedang libur, Muhidin manasin motornya yang sampingnya diberi nama
dengan skotlet warna kuning tulisannya JENOX, entah apa maksudnya, mungkin
nyerempet-nyerempet ke JENONX kali.
Gue
mendorong pintu floor, hampir saja tabrakan sama cewe’ yang mau keluar, jilbab
biru, sweater biru, astagaaa, Jenong!.
“halooo...”
sapa gue, dia senyum dan melambaikan tangan kearah gue sekitar dua langkah
dibelakang.
“pulang
dulu...” begitu katanya, dia berdiri dekat pak Tumin, ngobrol sebentar, Muhidin keluar dengan motor Jenoxnya dan Shopie
ikut naik kemotor itu, rupanya mereka janjian pulang bareng, gilaaa.
Ngga’
ada perasaan lain dihati gue saat itu selain terbakar api cemburu, ngga’ tau
kenapa, walaupun gue ngga’ ada hubungan apa-apa sama dia, tapi GUE CEMBURU
TITIK.
Esok
harinya, melangkah lunglai seperti biasa adalah gaya gue, ngga’ ada semangat-semangatnya dah, tapi ada satu yang membuat gue ingin
masuk kerja hari ini, ingin ketemu Shopie, ingin
ngobrol, ingin ngajak dia balik kembali ke dunia kita, dunia dimana khayal tak
berujung, angan yang mungkin hanya jadi angan, dunia yang ngga’ jelas
sebenarnya, ada yang ingin gue share sama dia, kalo gue udah ngga’ sama Encun lagi.
Diruang
distribusi ada A’ Iwan lagi nyiap-nyiapin kertas-kertas PO agen yang kemarin dibawa para
sales, kertas-kertas PO itu dititipin ke sales jalur bersangkutan untuk order
esok harinya, atau kalo ada penambahan biasanya mereka reorder by phone ke
distribusi.
"uang
jalan jalur tangerang ni den.."katanya sambil ngasihin uang jalan yang
distaples, diatasnya ada kertas kecil bertuliskan jalur Tangerang,
"oke
boss, ini uang jalan nambah ya?.." kata gue setelah gue liat uang jalan ngga’ seperti biasanya.
"
iya nambah, ada agen baru, Sodikin namanya, di Reni jaya, "
bujug dah pantes aja nambah uang jalannya, ada agen baru , nambah jalur, nambah
jam kerja berarti gue.
"sebelah
mana ini A’ tempatnya?"
"si
Dongdot, sopir maneh
nyahoan ceunah, udah saya tanya
tadi.." A' iwan menjelaskan sedikit pake bahasa sunda, syukurlah kalo driver gue tau, soalnya gue ngga’ mau repot
malem-malem nanya orang, kalo udah rada pagi sedikit sekali orang yang bisa
ditanya, takutnya salah nanya bukan sama orang malah nanya sama kuntilanak yang
abis dugem, A' Iwan ngga’ lama langsung pergi ke floor, meninggalkan gue sendiri diruang distribusi, pengen ngopi lagi gue
kepala kelayang-kleyeng ini.
Keinginan
buat menceritakan keadaan diri gue sekarang kepada Shopie semakin menguat saat gue melihat telpon tergolek
pasrah diatas meja A' Iwan, kita biasanya menyebut sang
telpon dengan sebutan aipon, gagangnya gue angkat gue tekan ekstension ruang
produksi, diujung sana menjawab terdengar seperti suara si Makmun dah
"haloo..?"
katanya,
"ada
shopie ga’?" kata gue singkat
"tunggu
bentar ya.." katanya lagi, ngga’ lama terdengar suara perempuan diujung
sana, gue yakin ini suara Shopie.
"haloo..?"katanya
"haloo..neng
ni gue.."kata gue nahan deg-degan bercampur rasa gembira, gue kadang
memang suka memanggilnya neng, kadang Teh, kadang gue panggil sayang, eh ngga
deng buat manggil sayang gue terlalu pengecut untuk mengucapkannya.
"oh
lo den..ada apa?.."
"ngga’ ada apa-pa, lo mau pulang bang Uchi ngga’?"
"ngga’ tau deh, liet ntar aja..” katanya diujung sana, entah mengapa hati gue gembira banget hari ini
"neng,
sebenernya gue merasa wired, udah lama
banget rasanya ngga’ ngobrol sama lo.." kata gue dengan
suara pelan setengah takut, ngga’ siap nanti responsnya apa kalo gue ngomong begitu.
"bilang
aja lo kangen sama gue Den.." tembaknya, gue tersentak
dengan omongannya, ngga’ nyangka kalo dia bakal ngomong kaya gitu, tapi gue
senang kalo dia tau gue kangen sama dia, berarti dia tau dong kalo gue masih memendam rasa sama dia, berati dia tau
dong kalo gue masih sayang sama dia.
"iya
gue kangen sama lo neng...udah lama kita ngga’
ngobrol ya, ada kali 10 tahun.." kata gue berusaha menahan
hati gue, terdengar ketawa diujung sana.
"gue
ke produksi ni.."kata gue, dia mengiyakan, jarak ruang distribusi sama
produksi ngga’ jauh sebenernya paling sekitar 15 meteran, gue memang biasa menggunakan sang telepon buat menjembatani
hasrat gue buat ngobrol sama pujaan hati, terimakasih aipon telah membantu
cowo' pengecut kaya gue terlihat hebat.
Cinta itu rasa, cinta itu dalam,
cinta itu didada, cinta itu jiwa, cinta itu
percaya, cinta setia dan cinta
itu ada...
Ruang
produksi bersebelahan dengan pos satpam, disana nampak si laki-laki tak
menyenangkan berseragam satpam bernama Muhidin, dia lagi ngobrol sama Hendri QC
roti manis, ngga’ jauh dari mereka ada Eko sama
Atin lagi adu bako dengan nikmatnya, sesekali si Atin ketawa dengan kerasnya sedangkan si Eko cuman nyengir aja, Eko
emang type manusia yang ngga’ bisa tergelak tawa, entah apa
yang mereka omongin gue ngga’ mau tau, yang gue mau tau cuman alasan mereka
jadi pecandu rokok aja, apa untungnya padahal, gue yakin mereka tau kalo
merokok adalah a bad habit, bisa merusak badan, bukan saja badan mereka tapi
badan orang-orang disekitar mereka juga, malah kadang para pecandu rokok punya
julukan yang ngga’ enak buat mereka yang ngga’ merokok mereka panggil "bencong"
padahal setau gue bencong aja ngerokok, jadi yang bencong gue apa mereka ya,
haha maaf.
Gue
sering banget di bully dengan panggilan Bencong sama para smokers, ngga’ nyaman banget direndahkan banget harga diri gue yang udah rendah, habis gimana gue ngga’
punya alasan buat merokok.
Ada beberapa
alasan yang biasanya digunakan smokers untuk tetap
merokok, yaitu untuk bergaul, untuk bisa tampil percaya diri, untuk terlihat
jantan, memang ga bisa bergaul ya tanpa nikotin, banyak perempuan yang bisa
bergaul tanpa rokok koq, masa kalah sama perempuan, kalo masalah percaya diri
itu biasanya karakter walaupun ngenyot rokok sepabrik juga kalo emangnya ga
percaya diri ya ngga’ ngaruh gue pikir, nah kalo mau terlihat jantan pake
jengger merah aja kaya ayam jantan, heee.
Gue pernah berusaha untuk menyukai rokok waktu
kelas 3 SMA, di saat gue relatif jadi anak Badung, waktu sering nginep dirumah
teman gue Oman di Parung, tapi untungnya ngga’ sampe keterusan, karena menurut
gue rokok ngga’ menyenangkan untuk dijadikan teman, terasa pahit dan panas di lidah.
Gue
mendorong pintu floor, nampak tumpukan roti udah berkurang sepertinya jalur Bandung 1 dan Bandung 2
udah berangkat, nampak Shopie lagi ngobrol sama A’ Iwan, mata gue beradu sama
matanya saat baru masuk tadi, oh My god, mata ini yang selalu gue rindukan dari
kemarin
Gue
mengambil tumpukan faktur jalur gue yang ada didepan mereka, sebenarnya ini
spek aja gue supaya bisa ikut nimbrung dekat mereka, supaya gue bisa duduk
dekat Shopie
“si
Chevy Dongdot geus datang Den?” kata A’ iwan
“
udah A’...”
“sekarang
mana dia..?”
“kayanya
tadi di warung teteh lagi ngobrol sama si Lina”
“Lina
mana? Lina gendut anak roti manis?” Gue tergelak mendengar itu, masih si Dongdot suka sama Lina yang badannya oversize itu, Shopie juga ikutan ketawa.
“bukan,
anak pastry, Lina yang tinggalnya di Gulusur...”
“owh,
yang rambutnya pendek itu ya, yang joken?...”
“betul
itu..” A’ Iwan ngga’ lama keluar dari floor, kayanya dia mau nemuin sopir
gue, Chevy Dongdot apa mau nemuin si Lina? Haha. Biarlah dia
mau ngapain juga yang penting sekarang cuma ada gue berdua di floor itu, gue
dan Shopie...jreng...jreng...jreng!
“pulang
bareng bang Uchi neng?” kata gue berusaha mencairkan suasana kaku yang
tiba-tiba menyergap.
"bareng
kayanya.." ujarnya sambil menoleh sebentar kearah gue, terus matanya
kembali ke kertas-kertas yang ada ditangannya,
"neng...rasanya
aneh banget dah ya, maksudnya gue merasa aneh udah lama ngga’ saling menyapa, ngga’
nanya tiba-tiba gue merasa kita dekat lagi..." ujar gue pelan takut salah.
"berapa
tahun ya udah? 10 tahun? hahaha.." dia ketawa, jarang sebenernya gue liet
dia ketawa, senyumnya aja ngga’ pernah gue liet beberapa bulan terakhir ini, ketawanya
hari ini merupakan hadiah paling mewah yang tiba-tiba
dia berikan ke gue.
"gue
udah putus sama Encun neng..." kata gue, dia
mandang gue tapi ngga’ nampak terkejut, mungkin dia sudah menduga gue ngga’
bakal lama jalan sama Encun.
“putus
mengapa?, bukannya lo belom lama jalan sama
dia" katanya
"belom
memang....karena
ngga’ gue temukan apa yang gue cari di dia..."
"apa
yang lo cari emang di dia Den?...jangan bilang lo mutusin dia gara-gara gue ya?"
katanya kali ini dengan muka serius.
"pede...bukan
gara-gara lo sebenarnya....tapi gue mutusin Encun cuma buat
lo..." muka gue ngga’ kalah serius dengan mukanya kali ini
"mengapa
buat gue Den?"
"lo
pernah bilang sama gue gimana perasaan gue kalo cowo' gue lebih milih main
kerumah teman cewe'nya daripada kerumah gue, so...gue putusin Encun supaya ngga’
ada yang batasin gue lagi kalo kerumah lo, begitu.." gue menjelaskan, dia diam, mungkin omongan gue barusan masuk ke pikirannya.
obrolan terputus karena si Hendri masuk ke floor, gue diam, Shopie juga diam.
"lo
belom pulang nong?” kata Hendri sambil lewat dia menuju kearah pintu produksi,
pak Lili supervisor menghampirinya, mereka lalu ngobrol, si
Hendri rese banget dah mengganggu aja.
"gue
pulang Den..." kata Shopie akhirnya, tanpa menunggu kata iya dari gue dia udah berlalu
dari hadapan gue, ingin rasanya gue tarik tangannya dan bilang sebentar dulu
cantik gue belom bilang kalo gue masih sayang sama lo.
"sampe
ketemu ya ntar di mobil..." kata gue kearahnya, dia mengangguk, biarlah gue tahan dulu semua
beberapa menit lagi, berarti gue mesti cepet
ni ngecek rotinya supaya pas dia pulang gue udah selesai ngecek biar bisa
nganter dia naik mobil box favorit.
Lima belas
menit berlalu, gue selesai nge-cek roti, cuma
tinggal roti tawar panjang aja yang belom, biasa paling juga jam 10-an siapnya kalo jalur Tangerang, jalur paling akhir berangkat, faktur udah gue tulisin semua
berdasarkan PO dan disesuaikan dengan roti yang ada.
Keluar
dari floor mobil box favorit udah standby mau keluar gerbang, bang Uchi melambaikan tangan kearah gue
“Den
ayoo, ikut ngga’...?”katanya sambil memberi kode ke gue kalo Shopie udah ada didalam mobil, gue menghampiri mobil box
itu, WAK
KWAW!! Udah ada dia disana, bang Uchi
menghidupkan mobilnya, Muhidin menghampiri.
“nganter
dulu...” kata bang Uchi ke Muhidin, dia mengangguk ada senyum
dibibirnya, tapi kaya ada sesuatu disenyumnya itu, senyum yang ngga’ enak
diliet, mungkin karena dia liet ada Shopie didalam mobil
dan bukan dia yang menganternya pulang,
malah pulang sama bang Uchi dan asistennya yang setia
yaitu gue, sales yang tampan mempesona
bila yang melihat matanya udah rusak parah.
Homo Parungensis
Reviewed by King Denie
on
8:35 PM
Rating:
No comments:
sempatkan untuk komentar bentar ya... ;)